Meat and Bone Meal (MBM) adalah produk hasil pengolahan limbah hewan,
terutama dari bagian-bagian yang tidak dikonsumsi manusia seperti tulang, daging
sisa, dan jaringan ikat. Produk ini kaya
akan nutrisi, terutama protein, mineral (seperti kalsium dan fosfor), serta asam amino esensial, sehingga sering digunakan sebagai bahan pakan dalam
industri peternakan, termasuk untuk unggas, babi, dan hewan peliharaan.
Dalam proses pembuatanya MBM sudah melewati berbagai macam tahapan mulai proses
sterilisasi dengan pemanasan bahan baku dengan suhu tinggi untuk membunuh bakteri, virus, dan
patogen lainnya. Bahan yang telah
disterilisasi dikeringkan untuk mengurangi kadar air. Bahan kering digiling menjadi tepung
halus yang siap digunakan sebagai bahan pakan. Dalam proses
penggunaannya MBM tidak lepas dari berbagai tantangan,
termasuk risiko penyakit, regulasi ketat, dan kebutuhan akan teknologi deteksi
yang canggih.
Manfaat Nutrisi MBM dalam Pakan Unggas
Meat and Bone Meal (MBM) menawarkan manfaat nutrisi yang signifikan
bagi unggas. Dibandingkan dengan sumber protein nabati seperti bungkil kedelai,
MBM lebih ekonomis dan mengandung protein berkualitas tinggi, asam amino
esensial, asam lemak, vitamin, dan mineral. Kandungan nutrisi ini sangat
penting untuk mendukung pertumbuhan, produksi telur, dan kesehatan unggas
secara keseluruhan. Studi
menunjukkan bahwa penggunaan MBM dalam pakan unggas tidak berdampak negatif terhadap
parameter produksi seperti berat telur, produksi telur, konsumsi pakan, dan
konversi pakan. Bahkan, penggunaan MBM dapat membantu mengurangi biaya pakan
tanpa mengorbankan performa unggas (Gao et al., 2024; Pizzolante et al., 2016).
Pengaruh MBM terhadap Performa dan
Kualitas Produk Unggas
Penggunaan
MBM dalam pakan unggas telah diteliti secara luas, dan hasilnya menunjukkan
bahwa MBM dapat digunakan tanpa menurunkan performa unggas. Misalnya, pada
puyuh Jepang, penggunaan MBM hingga 5% dalam pakan tidak menurunkan performa
dan bahkan dapat menghemat biaya pakan (Pizzolante et al., 2016). Pada ayam pedaging (broiler), teknologi
canggih seperti analisis isotop stabil dapat digunakan untuk melacak penggunaan
MBM dalam pakan. Metode ini memastikan kualitas dan asal bahan baku, sehingga
membantu produsen pakan memenuhi standar nutrisi yang dibutuhkan (Carrijo, et al., 2006).
Regulasi dan Keamanan Penggunaan MBM
Meskipun MBM
menawarkan manfaat nutrisi dan ekonomi, penggunaannya tidak lepas dari risiko
kesehatan, terutama terkait penyakit Bovine Spongiform Encephalopathy (BSE) atau yang dikenal sebagai “penyakit sapi gila”. BSE adalah
penyakit neurodegeneratif yang disebabkan oleh prion dan dapat menular melalui
konsumsi produk yang terkontaminasi (Yamamoto et al., 2006). Penyakit ini tidak
hanya berdampak pada kesehatan hewan, tetapi juga memiliki potensi zoonosis,
yaitu dapat menular ke manusia dalam bentuk varian Creutzfeldt-Jakob Disease (vCJD).
Untuk
mencegah penyebaran BSE, banyak negara telah menerapkan larangan ketat terhadap
penggunaan MBM dalam pakan ruminansia,
seperti sapi dan domba. Namun, MBM masih diizinkan dalam pakan unggas dan hewan non-ruminansia dengan regulasi yang sangat ketat. MBM melewati proses Sterilisasi dan
Rendering yang dilakukan pada suhu dan tekanan tinggi untuk memastikan
eliminasi patogen. Produk pakan yang menggunakan MBM asal bovine juga harus memiliki pelabelan yang jelas dan
pengelolaan rantai pasok sehingga tidak digunakan untuk
hewan ruminansia.
Selain itu,
beberapa negara dan organisasi internasional seperti World Organisation for Animal Health (WOAH/OIE) dan European Food Safety
Authority (EFSA) terus memperbarui standar keamanan terkait MBM guna
mencegah risiko kesehatan dan memastikan kepatuhan industri pakan terhadap
peraturan global.
Kesimpulan
Meat and
Bone Meal (MBM) dari sapi merupakan sumber protein hewani yang bernilai tinggi
dalam industri pakan unggas. Kandungan nutrisi yang kaya, termasuk protein,
mineral, dan asam amino esensial, menjadikannya alternatif ekonomis yang dapat
menggantikan sumber protein nabati tanpa menurunkan performa unggas. Berbagai
penelitian menunjukkan bahwa penggunaan MBM dalam pakan unggas tidak berdampak
negatif terhadap parameter produksi, bahkan dapat mengurangi biaya pakan.
Namun,
penggunaan MBM tidak lepas dari tantangan, terutama terkait regulasi dan
keamanan pangan. Risiko penularan penyakit seperti Bovine Spongiform
Encephalopathy (BSE) telah mendorong penerapan regulasi ketat di banyak
negara, termasuk larangan penggunaannya dalam pakan ruminansia serta pengawasan
ketat terhadap rantai pasok.
Daftar
Pustaka
1. Gao, B.,
Qin, Q., Xu, X., Han, L., & Liu, X. (2024). Enhancement of species-specific
analysis for meat and bone meal by matrix fragments-related spectral fusion. Vibrational Spectroscopy, 130, 103644.
2.
Pizzolante, C. C., Moraes, J. E., Kakimoto, S.
K., Budiño, F. E. L., Móri, C., Soares, D. F., & Saccomani, A. P. O.
(2016). Bovine meat and bone meal as an economically viable alternative in
quail feeding in the final phase. Brazilian Journal of Poultry Science, 18, 7-12.
3.
Carrijo, A. S., Pezzato, A. C., Ducatti, C.,
Sartori, J. R., Trinca, L., & Silva, E. T. (2006). Traceability of bovine
meat and bone meal in poultry by stable isotope analysis. Brazilian Journal of Poultry Science, 8, 63-68.
4.
Yamamoto, T., Tsutsui, T., Nonaka, T.,
Kobayashi, S., Nishiguchi, A., & Yamane, I. (2006). A quantitative
assessment of the risk of exposure to bovine spongiform encephalopathy via
meat-and-bone meal in Japan. Preventive veterinary medicine, 75(3-4), 221-238.
Komentar
Posting Komentar