Langsung ke konten utama

Kolik pada Kuda

 

Kolik pada kuda mengacu pada rasa sakit perut yang disebabkan oleh berbagai penyakit yang memengaruhi organ perut (Bowden et al., 2020). Penyakit gastrointestinal akut adalah penyebab paling umum dari kolik pada kuda. Kolik merupakan salah satu penyebab kematian terbesar pada kuda. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa sekitar 20% kasus kolik yang muncul adalah kasus kritis yang memerlukan perawatan intensif, operasi, euthanasia, atau bahkan berujung pada kematian. Sekitar 16% dari kasus kolik berakhir dengan euthanasia atau kematian, menekankan bahwa kolik merupakan masalah kesehatan dan kesejahteraan yang signifikan bagi kuda (Curtis et al., 2019).


Penelitian lainnya menyebutkan bahwa kolik pada kuda dapat terjadi dengan frekuensi 3,5 hingga 10,6 kejadian per 100 ekor kuda per tahun. Angka ini bervariasi tergantung pada populasi kuda dan kondisi peternakan. Dalam sebuah penelitian, perbedaan antar peternakan menunjukkan insiden mulai dari 0 hingga 30 kejadian per 100 tahun kuda. Sebagian besar kasus kolik pada kuda (69–72%) disebabkan oleh kolik spasmodik, gas, atau penyebab yang tidak diketahui. Hanya sebagian kecil (7–9%) yang membutuhkan intervensi bedah. Hal ini menunjukkan bahwa faktor risiko dapat berbeda tergantung pada jenis kolik, sehingga penelitian yang berfokus pada semua jenis kolik mungkin kehilangan temuan spesifik terkait penyakit tertentu (Archer & Proudman, 2006)

Archer & Proudman (2006) juga menyebutkan bahwa tingkat kematian akibat kolik diperkirakan berkisar antara 6,7% hingga 15,6%, tergantung pada jenis lesi dan populasi kuda yang diteliti. Kolik yang tidak memerlukan operasi memiliki tingkat kematian sekitar 9%, sedangkan kolik yang memerlukan operasi mencapai 31%. Fakta ini menunjukkan pentingnya upaya pencegahan, terutama untuk jenis kolik yang memerlukan tindakan bedah. Sementara itu, penyakit gastrointestinal seperti Equine Grass Sickness (EGS) dalam bentuk akut dan subakut hampir selalu berujung fatal.

Gejala klinis kolik pada kuda meliputi gelisah, berkeringat, nafsu makan menurun, menghentak-hentakkan kaki, berbaring, hingga tampaknya perut mengembung, tremor otot, dan peningkatan denyut jantung serta pernapasan. Diagnosis kolik dilakukan berdasarkan gejala klinis dan pengamatan fisik, yang selanjutnya menentukan jenis kolik, seperti kolik konstipasi, timpani, spasmodik, sumbatan, lambung, atau tromboemboli. Setiap jenis kolik memiliki penyebab dan karakteristik spesifik, seperti kolik timpani yang disebabkan oleh penumpukan gas berlebih di kolon dan sekum akibat obstruksi atau fermentasi cepat pada pakan ((Bowden et al., 2020).

 

Faktor Risiko pada Kuda dan Asosiasinya dengan Kolik

Berbagai faktor pada tingkat individu kuda dapat meningkatkan atau mengurangi risiko kolik. Meskipun sulit untuk membatasi paparan terhadap faktor-faktor ini, pemahaman yang lebih baik dapat membantu diagnosis jenis kolik tertentu. Selain itu, pemilik atau pengasuh kuda yang menyadari risiko tinggi pada individu tertentu mungkin lebih waspada terhadap tanda-tanda kolik, memungkinkan diagnosis pada tahap awal (Archer & Proudman, 2006).

 

Identifikasi Sinyal dan Faktor Demografi

Beberapa jenis kolik bersifat spesifik terhadap jenis kelamin, seperti hernia inguinal pada pejantan dan torsio uterus pada betina. Periode partus atau foaling pada kuda betina sekitar 60–150 hari pasca partus dikaitkan dengan peningkatan risiko kolik. Hubungan antara usia dan kolik juga beragam. Anak kuda di bawah 6 bulan memiliki risiko lebih rendah secara umum. Kuda berusia 2–10 tahun dan kuda yang lebih tua (>8 tahun) dilaporkan memiliki risiko lebih tinggi, meskipun hal ini mungkin terkait dengan penggunaan, pelatihan, atau faktor gizi. Risiko kolik akibat lipoma pedunkulata meningkat pada kuda dan poni yang lebih tua, sementara kuda muda (3–5 tahun) berisiko lebih tinggi terhadap Equine Grass Sickness (EGS).

Beberapa studi menunjukkan perbedaan risiko berdasarkan ras. Thoroughbred lebih rentan terhadap kolik dibandingkan ras lain, sementara kuda Arab menunjukkan hasil yang bervariasi, tergantung pada penelitian. Jenis kolik tertentu, seperti dislokasi kolon dorsal pada kuda Warmblood atau impaksi kolon kecil pada poni.

 

Perilaku Crib-Biting/Windsucking

Perilaku seperti crib-biting meningkatkan risiko kolik jenis Simple Colonic Obstruction and Distension (SCOD) dan EGS. Perilaku ini mungkin mencerminkan faktor manajemen, temperamen, atau predisposisi lain yang mendasari kolik. Penelitian menunjukkan bahwa pemberian suplemen antasid dapat mengurangi perilaku ini sekaligus memperbaiki ulserasi lambung.

 

Riwayat Kolik Sebelumnya

Kuda dengan riwayat kolik memiliki risiko lebih tinggi mengalami kejadian berulang. Dalam satu studi, 43,5% kuda yang mengalami kolik memiliki riwayat kolik sebelumnya, 11% di antaranya dalam satu tahun terakhir. Studi histologis menunjukkan penurunan densitas sel interstisial usus pada kuda dengan kolik berulang, mendukung teori bahwa gangguan fisiologi usus dapat meningkatkan kerentanan terhadap kolik. Langkah pencegahan seperti modifikasi diet atau pengelolaan pasca operasi diperlukan untuk meminimalkan risiko kejadian berikutnya.

 

Parasit dan Kolik pada Kuda

Parasit merupakan penyebab utama kolik pada kuda. Sebelumnya, Strongylus vulgaris dikaitkan dengan gangguan motilitas, arteritis, dan peritonitis, yang diyakini menyebabkan hingga 90% kasus kolik. Namun, penggunaan antelmintik modern telah mengurangi kasus kolik terkait S. vulgaris secara signifikan. Saat ini, perhatian tertuju pada Anoplocephala perfoliata (cacing pita) yang diketahui berhubungan erat dengan impaksi ileum dan kolik spasmodik. Deteksi infeksi A. perfoliata semakin mudah dengan adanya uji serologi. Parasit lain seperti cyathostominae dan ascarid juga dapat menyebabkan komplikasi serius, terutama pada anak kuda, seperti obstruksi usus atau perforasi.

 

Pemberian Antelmintik dan Risiko Kolik

Meskipun antelmintik efektif mengurangi infeksi parasit, pengaruhnya terhadap risiko kolik masih diperdebatkan. Beberapa penelitian menunjukkan deworming rutin menurunkan risiko kolik, sementara lainnya melaporkan peningkatan risiko dalam beberapa hari setelah pemberian obat, kemungkinan akibat kematian mendadak parasit dalam jumlah besar. Strategi kontrol parasit yang efektif, termasuk pemberian obat seperti moksidectin dan pyrantel sesuai jadwal, penting untuk meminimalkan risiko kolik, terutama pada kasus yang melibatkan A. perfoliata atau cyathostominae.

 

Strategi Alternatif Mengurangi Beban Parasit

Selain penggunaan antelmintik, strategi seperti rotasi padang rumput, penggembalaan bersama dengan ruminansia, dan pengelolaan kotoran yang baik dapat membantu mengurangi beban parasit. Resistensi obat pada parasit seperti cyathostominae menjadi tantangan, sehingga pendekatan terpadu sangat diperlukan. Meskipun pengendalian parasit penting, faktor lain juga berperan dalam terjadinya kolik pada kuda.

 

 

Jenis Pakan dan Praktik Pemberian Makanan pada Kuda dan Kaitannya dengan Kolik

Pakan Kasar

Beberapa jenis pakan kasar dan praktik pemberian pakan dikaitkan dengan kolik pada kuda. Meskipun beberapa studi tidak menemukan hubungan antara jenis pakan kasar dengan kolik, ada penelitian yang menunjukkan bahwa pakan rumput coastal Bermuda hay dan kualitas hay yang buruk atau berjamur dapat meningkatkan risiko kolik. Pakan dengan kandungan serat tinggi dan protein rendah juga dikaitkan dengan peningkatan risiko kolik.

 

Konsentrat

Pemberian konsentrat dalam jumlah besar (>2.7 kg gandum/hari) meningkatkan risiko kolik. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa konsumsi konsentrat yang lebih tinggi (terutama lebih dari 5 kg/hari) berhubungan dengan peningkatan risiko kolik, meskipun konsentrasi pakan yang lebih besar mungkin juga terkait dengan kurangnya kontrol terhadap faktor lain seperti latihan fisik.

 

Praktik Pemberian Makanan

Perubahan mendadak pada jenis atau jumlah pakan, terutama dalam dua minggu terakhir sebelum pemeriksaan, berhubungan signifikan dengan peningkatan risiko kolik. Studi menunjukkan bahwa perubahan jenis hay atau konsentrat dapat meningkatkan risiko kolik, mendukung keyakinan bahwa perubahan pakan harus dilakukan secara bertahap.

 

Modifikasi Diet untuk Mencegah Kolik

Pengetahuan tentang faktor risiko diet dapat digunakan untuk mencegah kolik. Untuk mencegah kolik jenis tertentu seperti EGUS (Equine Gastric Ulcer Syndrome), pemberian hay berkualitas baik dan penghindaran konsentrat berlebih dianjurkan. Pencegahan enterolithiasis juga melibatkan penghindaran alfalfa dalam pakan, pemberian rumput, dan latihan harian.

 

Faktor Manajemen yang Mempengaruhi Risiko Kolik pada Kuda

Latihan: Penelitian menunjukkan bahwa kuda yang berolahraga setidaknya sekali seminggu memiliki risiko kolik lebih tinggi dibandingkan yang tidak dilatih (OR 1,6). Selain itu, perubahan dalam program latihan rutin, terutama dalam minggu pertama setelah perubahan, juga meningkatkan risiko kolik.

Kandang dan Akses ke Padang Rumput: Kuda yang lebih banyak berada di kandang lebih berisiko mengalami kolik dibandingkan dengan kuda yang lebih sering berada di padang rumput. Waktu tinggal di kandang yang lebih lama dan perubahan tempat tinggal dalam dua minggu terakhir juga dapat meningkatkan risiko kolik. Penurunan akses ke padang rumput, baik dalam hal luas maupun durasi, merupakan faktor risiko signifikan untuk kolik.

Akses ke Air: Kuda yang memiliki akses ke air tawar, seperti kolam, memiliki risiko kolik yang lebih rendah. Kekurangan air dapat menyebabkan impaksi kolon besar dan meningkatkan risiko kolik, terutama setelah transportasi.

Transportasi: Beberapa studi menunjukkan bahwa transportasi meningkatkan risiko kolik. Pengaruh ini mungkin terkait dengan perubahan manajemen selama perjalanan, seperti pembatasan air dan pakan.

Perawatan Gigi: Kuda dengan pemeriksaan gigi yang lebih jarang cenderung memiliki risiko SCOD (Small Colon Obstruction Disorder) lebih tinggi. Pemeriksaan gigi secara rutin penting dalam pencegahan kolik.

Faktor Pemilik dan Penggunaan Kuda: Kuda yang dirawat oleh pemiliknya memiliki risiko kolik yang lebih rendah dibandingkan dengan yang dirawat oleh orang lain. Penggunaan kuda untuk aktivitas seperti balap atau pertunjukan juga dapat meningkatkan risiko kolik, namun ini seringkali dipengaruhi oleh faktor lain seperti usia, jenis, dan jenis perawatan yang diterima kuda tersebut.

 

Penanganan kolik memerlukan pendekatan multidisiplin, termasuk pemberian analgesik seperti flunixin atau phenylbutazon untuk mengurangi rasa sakit dan peradangan, serta obat-obatan suportif seperti biosalamine, duphalite, dan hematopan untuk mendukung metabolisme tubuh. Larutan infus NaCl dan RL juga digunakan untuk menggantikan cairan tubuh dan elektrolit yang hilang. Selain itu, stimulasi aktivitas usus dapat dilakukan dengan mengajak kuda berlari kecil selama beberapa menit. Meskipun terapi awal sering memberikan hasil yang baik, kolik dapat kambuh sehingga pengawasan ketat dan terapi lanjutan diperlukan untuk mencegah komplikasi.

 

DAFTAR PUSTAKA

Archer DC, Proudman CJ. Epidemiological clues to preventing colic. Vet J. 2006 Jul;172(1):29-39. doi: 10.1016/j.tvjl.2005.04.002. Epub 2005 Jun 4. PMID: 15939639.

Bowden A, Burford JH, Brennan ML, England GCW, Freeman SL. Horse owners' knowledge, and opinions on recognising colic in the horse. Equine Vet J. 2020 Mar;52(2):262-267. doi: 10.1111/evj.13173. Epub 2019 Sep 23. PMID: 31461570; PMCID: PMC7027804.

Curtis L, Burford JH, England GCW, Freeman SL. Risk factors for acute abdominal pain (colic) in the adult horse: A scoping review of risk factors, and a systematic review of the effect of management-related changes. PLoS One. 2019 Jul 11;14(7):e0219307. doi: 10.1371/journal.pone.0219307. PMID: 31295284; PMCID: PMC6622499.

Subronto., 2003. Ilmu Penyakit Ternak I. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Tinker MK, White NA, Lessard P, Thatcher CD, Pelzer KD, Davis B, Carmel DK. 1997. Prospective study of equine colic incidence and mortality. Equine Vet J 29:448-453.

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Distemper pada Anjing

Canine Distemper merupakan   salah satu penyakit penting pada anjing yang dapat menyebabkan kematian yang cukup tinggi . Tingkat kematian akibat Canine distemper pada anjing menempati urutan kedua setelah rabies (Deem et al . 2000).   Canine distemper disebabkan oleh adanya infeksi Canine distemper virus dari genus Morbillivirus dan famili Paramyxoviridae. Gejala klinik yang ditimbulkan sangat bervariasi. Gejala klinis yang timbul akibat infeksi virus distemper dapat beragam, tergantung organ yang diserang. Virus distemper umumnya dapat menyerang beberapa sistem organ seperti sistem pencernaan, sistem pernafasan, sistem saraf dan kulit.   Infeksi canine distemper virus menyebabkan adanya lesio khas pada kulit yaitu Footpad Hyperkeratosis yang biasa disebut dengan Hard Pad Disease   ( Koutinas et al. 2004).   Gambar 1. Anak Anjing (Dokumentasi Pribadi) Canine distemper pertama kali di isolasi oleh Carre pada tahun 1905. Penyakit ini tersebar di...

Kasus Displasia Abomasum pada Sapi

Displasia Abomasum (DA) merupakan suatu kondisi dimana terjadi perpindahan abomasum dari lokasi yang sebenarnya.  Umumnya kasus DA banyak terjadi pada sapi perah ( Friesian Holstein ) yang memiliki produksi susu yang tinggi. Kasus ini biasanya terjadi pada akhir masa kebuntingan berkisar 2 minggu sebelum kelahiran (2 minggu prepartus ) dan pada awal masa laktasi yaitu sekitar 8 minggu setelah kelahiran (8 minggu post partus). Selain sapi, kasus DA juga dapat terjadi pada jenis ruminansia lainya, walaupun kasus pada rumininasia lainnya jarang terjadi.

Stud tail ( Feline Tail Gland Hyperplasia)

Pernah punya kucing yang ekornya selalu kotor berwarna hitam , kadang berkerak, bahkan sampai bisa menyebabkan kebotakan? Klo teman-teman punya kasus serupa ini biasa disebut Stud tail   atau istilah kerenya Feline Tail Gland Hyperplasia. Pengertian Kasus Stud Tail merupakan suatu kondisi ketika ekor kucing jantan memiliki kelenjar Apokrin ( keringat )   dan kelenjar Sebaceus ( minyak) yang aktif pada bagian atas ekor. Kelenjar ini menghasilkan hipersekresi lilin yang membuat lesi kucing menjadi berkerak dan membuat kerontokan pada rambut (bulu). Jika kondisi ini sudah parah, maka bisa membuat ekor kucing menjadi rentan terhadap infeksi bakteri dan menyebabkan bau tak sedap. Kasus ini umumnya terjadi pada kucing jantan walaupun demikian tidak menutup kemungkinan juga terjadi pada kucing betina. Selain di bagian ekor kondisi ini juga bisa terjadi dibagian bawah dagu kucing. Penyebab Pada kasus ini ternjadi hiperplasia pada kelenjar sebaceus dan apokrin sehingga terjadi...