Endometritis pada Peternakan Sapi: Tantangan Reproduksi dan
Strategi Penanganan
Endometritis
didefinisikan sebagai peradangan pada endometrium, lapisan terdalam dari
dinding rahim. Kondisi ini dapat bermanifestasi sebagai endometritis klinis,
yang terlihat jelas dan mudah dideteksi, dan endometritis subklinis, yang tidak
terlalu terlihat namun tetap signifikan. Endometritis klinis ditandai dengan
tanda-tanda peradangan yang terlihat, seperti edema, eritema, dan eksudat pada
vagina atau pada apusan serviks. Kondisi ini biasanya dikaitkan dengan infeksi
bakteri, yang sering kali disebabkan oleh patogen umum seperti Campylobacter foetus, Brucella sp., Vibrio sp., Trichomonas foetus, E. coli, Staphylococcus, Streptococcus, dan Salmonella. Bakteri dari
vagina dapat masuk secara asenden ke rahim, terutama selama inseminasi buatan
(IB) atau proses kelahiran. Ketika jumlah bakteri yang masuk ke uterus terlalu
banyak, peradangan pun terjadi. Sebagian besar kasus endometritis diakibatkan
oleh prosedur IB atau penanganan kelahiran yang kurang higienis. Endometritis
klinis biasanya disertai dengan penurunan kesuburan, dan pada kasus yang parah,
dapat menyebabkan metritis, yaitu suatu respons inflamasi sistemik yang dapat
mengancam jiwa (Pascottini, et al., 2023).
Sebaliknya,
endometritis subklinis adalah kondisi yang tidak terlalu terlihat dan mungkin
tidak memiliki gejala yang jelas. Namun, kondisi ini tetap penting untuk
dideteksi dan diobati, karena telah dikaitkan dengan penurunan kesuburan dan
peningkatan tingkat pemusnahan pada kawanan sapi perah. Pada endometritis
subklinis, peradangan rahim lebih ringan, dan mungkin terdapat lebih sedikit
tanda-tanda infeksi pada pemeriksaan serviks atau vagina. Meskipun tidak
terlalu terlihat, kondisi ini masih dapat memberikan dampak negatif yang signifikan
terhadap kesejahteraan dan produktivitas sapi. Penyebab endometritis
subklinis tidak sepenuhnya dipahami, tetapi diduga terkait dengan stres
metabolik pada sapi. Faktor-faktor pemicu stres seperti nutrisi yang buruk,
faktor lingkungan, dan praktik manajemen dapat berkontribusi terhadap
perkembangan endometritis subklinis. Selain itu, pergeseran komposisi
mikrobiota uterus pada periode postpartum dapat berperan dalam asal mula endometritis
klinis dan subklinis (Pascottini, et al., 2023).
Faktor Risiko Utama untuk
Endometritis
Calving-Related: Gangguan saat kelahiran seperti distokia (kesulitan
melahirkan), retensi plasenta (plasenta tertahan), dan kelahiran mati merupakan
faktor utama yang meningkatkan risiko endometritis. Kondisi ini sering disebut
sebagai penyebab dominan dalam berbagai penelitian (Giuliodori et al., 2013).
Gangguan
Metabolik: Kadar tinggi asam lemak
non-esterifikasi (nonesterified fatty acids, NEFA) dan β-hidroksibutirat
(BHBA) setelah melahirkan berkaitan dengan peningkatan risiko endometritis.
Marker metabolik ini menunjukkan adanya ketidakseimbangan energi dan dapat
memprediksi risiko penyakit ((Giuliodori et al., 2013).
Kondisi
Tubuh atau Body Condition Score (BCS): Kondisi tubuh (BCS) yang rendah saat melahirkan serta paritas yang tinggi
(jumlah kelahiran yang banyak) juga berhubungan dengan kejadian endometritis.
Sapi dengan skor kondisi tubuh yang buruk lebih rentan terhadap infeksi uterus (Pascal et al., 2021).
Faktor
Lingkungan dan Manajemen: Lingkungan yang tidak higienis,
seperti kandang yang kotor, dan ukuran kawanan yang besar turut berkontribusi
terhadap perkembangan endometritis. Hal ini menunjukkan pentingnya penerapan
praktik manajemen yang baik (Pascal et al., 2021).
Pengaruh
Musim: Musim saat kelahiran juga
memengaruhi risiko endometritis, terutama ketika kelahiran terjadi di musim
panas. Faktor ini kemungkinan dipicu oleh stres lingkungan yang lebih tinggi
pada musim tersebut (McKay et al., 2023).
Dampak
terhadap Kinerja Reproduksi
Endometritis
memiliki dampak negatif pada kinerja reproduksi sapi perah. Penyakit ini
memperpanjang waktu dari kelahiran hingga konsepsi, menurunkan tingkat
konsepsi, dan meningkatkan jumlah inseminasi yang diperlukan untuk mencapai
kebuntingan. Selain itu, endometritis juga meningkatkan risiko sapi dipotong (culling)
akibat efisiensi reproduksi yang buruk (Giuliodori et al., 2013).
Strategi Manajemen
Endometritis pada Sapi Perah
Endometritis adalah
suatu kondisi patologis pada uterus yang umum terjadi pada sapi perah pasca
partus.
Kondisi ini memiliki dampak signifikan terhadap kesuburan dan produksi susu,
sehingga berkontribusi pada kerugian ekonomi di sektor peternakan. Oleh karena
itu, penerapan strategi manajemen dan pengobatan yang efektif menjadi aspek
krusial dalam upaya mempertahankan kesehatan reproduksi dan produktivitas
ternak secara optimal.
Langkah Pencegahan dan
Pengendalian
Pencegahan endometritis
melibatkan langkah-langkah biosekuriti dan kebersihan yang ketat. Contohnya
adalah menghindari penggunaan peralatan bersama dengan peternakan lain,
berkonsultasi dengan penyedia layanan kesehatan hewan untuk pengobatan, menjaga
kandang tetap bersih dan kering, serta memilih pejantan berdasarkan kemudahan
proses kelahiran. Strategi ini sangat penting terutama pada peternakan kecil
untuk meminimalkan risiko terjadinya endometritis (Nyabinwa et al., 2020).
Terapi
Pengobatan tradisional
untuk endometritis melibatkan penggunaan antibiotik seperti oksitetrasiklin dan
terapi hormonal seperti prostaglandin F2α (PGF2α). Meskipun PGF2α sering
digunakan, efektivitasnya dalam meningkatkan performa reproduksi masih
diperdebatkan (Heuwieser et al., 2000). Selain itu, terapi enzim seperti penggunaan
enzim proteolitik secara intrauterin telah dieksplorasi sebagai alternatif
non-antibiotik, meskipun prostaglandin tetap menjadi pilihan utama untuk kasus
endometritis kronis karena memberikan hasil reproduksi yang lebih baik (Drillich et al.,
2005)
Pendekatan kombinasi
antara pengobatan herbal Tiongkok dan antibiotik Barat juga menunjukkan tingkat
pemulihan yang lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan antibiotik saja,
menunjukkan efek sinergis yang dapat bermanfaat dalam manajemen endometritis (Chen et al., 2024). Selain itu, minyak esensial herbal campuran
telah ditemukan sebagai alternatif efektif yang mampu meningkatkan performa
reproduksi dan mengurangi jumlah inseminasi yang dibutuhkan untuk kebuntingan (Davoodian et al., 2020).
Tantangan dan Arah
Penelitian di Masa Depan
Penggunaan antibiotik
dalam pengobatan endometritis menghadirkan tantangan seperti resistensi
antibiotik dan residu dalam susu, sehingga diperlukan eksplorasi metode
pengobatan alternatif. Penelitian masa depan perlu berfokus pada pendekatan
terapi terpadu yang menggabungkan pengobatan tradisional dan alternatif untuk
mengoptimalkan efektivitas sekaligus meminimalkan efek samping ((Davoodian et al., 2020).
Secara keseluruhan,
manajemen endometritis pada sapi perah memerlukan pendekatan multifaset yang
mencakup langkah pencegahan yang efektif, seleksi pengobatan yang cermat, serta
penelitian berkelanjutan terhadap terapi alternatif untuk mengatasi tantangan
resistensi antibiotik dan meningkatkan kesehatan keseluruhan kawanan.
Daftar Pustaka
1. Chen, P.,
Liu, J., Ma, B., Li, Z., Qin, Q., & Wu, H. (2024). Efficacy of chinese and
western medicine on endometritis in dairy cows: A systematic review and
meta-analysis. Indian Journal of Animal Research, 58(7), 1081-1087.
2. Davoodian,
N., Kadivar, A., Elahi, R., Esfandabadi, N. S., Tafti, R. D., Rashidzade, H.
A., ... & Hafshejani, T. T. (2020). Efficacy of a mixed herbal essential
oils as a treatment option for clinical endometritis in dairy cattle.
3.
Drillich, M., Raab, D., Wittke, M., & Heuwieser, W. (2005).
Treatment of chronic endometritis in dairy cows with an intrauterine
application of enzymes. A field trial.. Theriogenology, 63 7, 1811-23 . https://doi.org/10.1016/J.THERIOGENOLOGY.2004.05.031.
4.
Giuliodori, M., Magnasco, R., Becu-Villalobos,
D., Lacau-Mengido, I., Risco, C., Sota, R., & Sota, R. (2013). Clinical
endometritis in an Argentinean herd of dairy cows: risk factors and
reproductive efficiency.. Journal of dairy science, 96 1, 210-8 . https://doi.org/10.3168/jds.2012-5682.
5.
Heuwieser, W., Tenhagen, B., Tischer, M., Lühr, J., & Blum,
H. (2000). Effect of three programmes for the treatment of endometritis on the
reproductive performance of a dairy herd. Veterinary Record, 146, 338 - 341. https://doi.org/10.1136/vr.146.12.338.
6.
McKay, C., Viora, L., Denholm, K., Cook, J.,
& Belandria, R. (2023). Risk factors for ultrasound-diagnosed endometritis
and its impact on fertility in Scottish dairy cattle herds.. The Veterinary record, e3168 . https://doi.org/10.1002/vetr.3168.
7.
Nyabinwa, P., Kashongwe, O., Hirwa, C., & Bebe, B. (2020).
Perception of farmers about endometritis prevention and control measures for
zero-grazed dairy cows on smallholder farms in Rwanda. BMC Veterinary Research, 16. https://doi.org/10.1186/s12917-020-02368-6.
8.
Pascal, N., Basole, K., d’Andre, H., & Omedo,
B. (2021). Risk factors associated with endometritis in zero-grazed dairy cows
on smallholder farms in Rwanda.. Preventive veterinary medicine, 188, 105252 . https://doi.org/10.1016/j.prevetmed.2020.105252.
9.
Pascottini, O. B., LeBlanc, S. J., Gnemi, G.,
Leroy, J. L., & Opsomer, G. (2023). Genesis of clinical and subclinical
endometritis in dairy cows. Reproduction, 166(2), R15-R24.
Komentar
Posting Komentar