Langsung ke konten utama

Scabies pada Kucing: Penyebab, Gejala, dan Pengobatannya

Beragam penyakit kulit dapat menyerang kucing, salah satu penyakit kulit yang paling sering ditemui pada kucing ialah Scabies. Scabies merupakan penyakit kulit menular yang disebbakan oleh dimana terdapat infeksi tungau.  Penyakit ini tidak hanya membuat kucing merasa tidak nyaman, tetapi juga dapat menyebar dengan cepat ke kucing lain dan bahkan ke manusia. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui tanda-tanda awal scabies, cara penularannya, dan metode pengobatan yang efektif.

Penyebab Scabies pada Kucing

Pada kucing, scabies bisa disebabkan oleh tungau Notoedres cati dan Sarcoptes scabiei, dan kedua jenis tungau ini bersifat zoonosis, artinya dapat ditularkan kepada manusia. Laporan dari Istiqomah et al. (2020) menyebutkan bahwa di Indonesia jenis tungau yang umum menyebabkan kasus scabies ialah Sarcoptes scabiei.  Sarcoptes scabiei adalah tungau astigmatid yang menyebabkan skabies pada manusia dan mamalia. Ini adalah penyakit yang semakin penting dan muncul pada satwa liar di seluruh dunia. Diduga bahwa tungau ini berasal dari nenek moyang yang parasit pada manusia (S. scabiei var. hominis) yang kemudian menyebar ke hewan domestik dan kemudian ke hewan liar (Malik et al., 2006).

Gejala Scabies pada Kucing

Tungau yang menginfeksi kulit akan menggali terowongan di dalam kulit kucing dan bertelur di sana, menyebabkan iritasi dan gatal yang parah, sering menggaruk atau menggigit area yang terinfestasi. Selain itu adanya infeksi tungau ini juga akan menyebabkan kerak tebal berwarna abu-abu atau kuning dapat terbentuk di area yang terkena. Kulit juga bisa menjadi sangat kering dan bersisik. Karena garukan dan gigitannya yang berlebihan, kucing sering mengalami kerontokan bulu di area yang terinfestasi, terutama di sekitar wajah, telinga, leher, dan kaki. Infeksi sekunder dapat terjadi jika kulit yang teriritasi menjadi terbuka dan terinfeksi bakteri. Kucing yang terkena scabies parah mungkin mengalami penurunan nafsu makan dan menjadi lemas karena ketidaknyamanan yang terus-menerus (Istiqomah et al., 2020)


Diagnosis Scabies pada Kucing

Infestasi ini sering kali terjadi melalui kontak langsung antara kucing yang sehat dan kucing yang terinfestasi. Selain itu, lingkungan yang tidak bersih atau tempat tidur yang terkontaminasi juga dapat menjadi sumber penularan. Untuk mendiagnosis scabies pada kucing, dokter hewan biasanya akan melakukan beberapa prosedur, termasuk:

Pemeriksaan Fisik: Dokter hewan akan memeriksa gejala fisik, seperti kerak, kulit bersisik, dan kebotakan, yang khas pada scabies.

Tes Kerokan Kulit (Skin Scraping): Pengambilan sampel kulit dengan cara mengerok bagian kulit yang terinfestasi dan memeriksanya di bawah mikroskop untuk mendeteksi tungau

Pemeriksaan Mikroskopis:  Tungau Sarcoptes scabiei dapat dilihat di bawah mikroskop pada sampel kerokan kulit. Tungau ini memiliki bentuk bulat dengan kaki pendek yang khas.

Pengobatan Scabies pada Kucing

  • Pengobatan scabies pada kucing memerlukan pendekatan yang komprehensif untuk menghilangkan tungau dan mengobati infeksi sekunder yang mungkin terjadi. Beberapa langkah pengobatan meliputi:
  • Obat Anti-Parasit: Obat antiparasit seperti  ivermectin**, selamectin, atau moxidectin sering digunakan untuk membunuh tungau penyebab scabies. Obat ini dapat diberikan secara topikal, injeksi, atau oral tergantung pada kondisi kucing.
  • Pengobatan Topikal: Krim atau salep topikal yang mengandung bahan antiparasit juga dapat digunakan langsung pada area yang terkena untuk membantu membasmi tungau.
  • Grooming Therapy : Grooming dengan shampo khusus yang mengandung sulfur atau bahan antiparasit lainnya dapat membantu mengurangi populasi tungau dan meredakan iritasi kulit.
  • Pengobatan Infeksi Sekunder: Jika ada infeksi sekunder akibat luka terbuka atau garukan, antibiotik topikal atau sistemik mungkin diperlukan untuk mengatasi infeksi bakteri.
  • Perawatan Lingkungan: Membersihkan dan mendisinfeksi lingkungan tempat tinggal kucing, termasuk tempat tidur, kandang, dan mainan, penting untuk mencegah infestasi ulang.
  • Pemberian Suplemen dan Perawatan Tambahan: Suplemen seperti omega-3 dan omega-6 dapat membantu memperbaiki kondisi kulit dan mempercepat penyembuhan.

Pencegahan Scabies pada Kucing

Mencegah scabies pada kucing melibatkan beberapa langkah penting seperti Menjaga Kebersihan hewan. Pastikan lingkungan tempat kucing tinggal selalu bersih dan bebas dari tungau. Cuci dan ganti tempat tidur kucing secara rutin. Jika ada kucing yang terinfestasi, segera isolasi untuk mencegah penularan ke kucing lain atau anggota keluarga. Pemeriksaan rutin ke dokter hewan dapat membantu mendeteksi scabies atau masalah kulit lainnya lebih awal. Hindari kontak langsung dengan kucing liar atau kucing yang menunjukkan tanda-tanda scabies.

Kesimpulan

Scabies pada kucing adalah kondisi kulit yang sangat menular dan dapat menyebabkan ketidaknyamanan yang signifikan bagi hewan peliharaan. Dengan pengobatan yang tepat dan perawatan lingkungan yang baik, scabies dapat diatasi dengan efektif. Penting untuk segera mencari perawatan medis jika kucing Anda menunjukkan tanda-tanda infeksi scabies untuk mencegah penyebaran lebih lanjut dan komplikasi yang mungkin timbul.

 

Daftar Pustaka

1.    Iqomah, M., Suwarno, N., & Yuliani, P. (2020). Cat scabies at the animal health clinic of Salatiga Agriculture Service on August to November 2020. Journal of Parasite Science Vol4(2).

2.    Malik R, Stewart KM, Sousa CA, et al. Crusted scabies (sarcoptic mange) in four cats due to Sarcoptes scabiei infestation. Journal of Feline Medicine and Surgery. 2006;8(5):327-339. doi:10.1016/j.jfms.2006.05.005

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Distemper pada Anjing

Canine Distemper merupakan   salah satu penyakit penting pada anjing yang dapat menyebabkan kematian yang cukup tinggi . Tingkat kematian akibat Canine distemper pada anjing menempati urutan kedua setelah rabies (Deem et al . 2000).   Canine distemper disebabkan oleh adanya infeksi Canine distemper virus dari genus Morbillivirus dan famili Paramyxoviridae. Gejala klinik yang ditimbulkan sangat bervariasi. Gejala klinis yang timbul akibat infeksi virus distemper dapat beragam, tergantung organ yang diserang. Virus distemper umumnya dapat menyerang beberapa sistem organ seperti sistem pencernaan, sistem pernafasan, sistem saraf dan kulit.   Infeksi canine distemper virus menyebabkan adanya lesio khas pada kulit yaitu Footpad Hyperkeratosis yang biasa disebut dengan Hard Pad Disease   ( Koutinas et al. 2004).   Gambar 1. Anak Anjing (Dokumentasi Pribadi) Canine distemper pertama kali di isolasi oleh Carre pada tahun 1905. Penyakit ini tersebar diseluruh belahan dunia. Di ind

Kasus Displasia Abomasum pada Sapi

Displasia Abomasum (DA) merupakan suatu kondisi dimana terjadi perpindahan abomasum dari lokasi yang sebenarnya.  Umumnya kasus DA banyak terjadi pada sapi perah ( Friesian Holstein ) yang memiliki produksi susu yang tinggi. Kasus ini biasanya terjadi pada akhir masa kebuntingan berkisar 2 minggu sebelum kelahiran (2 minggu prepartus ) dan pada awal masa laktasi yaitu sekitar 8 minggu setelah kelahiran (8 minggu post partus). Selain sapi, kasus DA juga dapat terjadi pada jenis ruminansia lainya, walaupun kasus pada rumininasia lainnya jarang terjadi.

Abses pada sapi

Sapi perah Abses merupakan salah satu masalah yang cukup sering terjadi pada sapi perah. Kondisi abses banyak terjadi pada peternakan sapi perah yang memiliki tingkat sanitasi kandang yang rendah. Abses merupakan kumpulan nanah (netrofil yang mati) yang berada dalam kavitas jaringan tubuh yang biasanya pada daerah kulit dan menimbulkan luka yang cukup serius karena infeksi dari bakteri pembusuk . Abses itu sendiri merupakan reaksi ketahanan dari jaringan untuk menghindari menyebar nya benda asing di tubuh. Pada abses terdapat nanah yang terlokalisasi dan dikelilingi oleh jaringan yang meradang . Gejala khas abses adalah peradangan, merah, hangat, bengkak, sakit, bila abses membesar biasanya diikuti gejala demam, selain itu bila ditekan terasa adanya terowongan (Boden 2005).