Langsung ke konten utama

Tikus Putih (Rattus norvegicus)

Tikus putih (Rattus norvegicus) merupakan hewan nocturnal yang memiliki aktivitas lebih banyak pada waktu malam hari. Sebagai salah satu hewan pengerat, tikus memiliki daya penciuman  dan pendengaran yang cukup baik.

Berikut klasifikasi dari tikus putih

Kingdom         : Animalia

Phylum            : Chordata

Class                : Mamalia

Order               : Rodentia

Superfamily     : Muroidea

Family             : Muridae

Subfamily        : Murinae

Genus              : Rattus

Spesies : Rattus norvegicus

Tikus putih (Rattus norvegicus) merupakan salah satu jenis tikus laboratorium yang memiliki gen albino yang sengaja dikembangkan untuk kepentingan penelitian laboratorium. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa dari aspek fisiologi dan prilaku, tikus dianggap lebih relevan dan lebih cocok dengan manusia dibandingkan dengan mencit.

Pada penelitian yang berkaitan tentang psikologis, kecerdasan dan penggunaan obat, tikus putih (Rattus norvegicus)  dianggap cukup relevan karena memiliki tingkat  kecerdasan, agresif, dan adaptasi  yang cukup baik (Barrnet 2001). Dalam penelitian lainya tentang aspek psikologis, disebutkan bahwa tikus putih juga memiliki kemampuan metokognosi, yaitu kemampuan mental yang biasa dimiliki oleh manusia dan primata (Foote & Crystal 2007).

Tikus putih (Rattus norvegicus) juga dianggap efisien dan ekonomis karena mudah dipelihara serta tidak membutuhkan tempat yang luas. Tikus Putih (Rattus norvegicus) merupakan hewan yang memiliki sifat cenderung tenang dan kurang menggigit, tidak mudah stress, lebih produktif dan dapat menghasilkan anakan yang banyak,  mereka  memiliki otak, jantung, ginjal, kelenjar adrenal, dan hati yang lebih kecil dibandingkan dengan tikus liar (Barnet 2001).

Ada berbagai strain tikus putih (Rattus norvegicus) yang biasa digunakan sebagai hewan laboratorium, antara lain Dark Agouti, Sprague Dawley , Winstras, dan Long Evans.  Strains Sprague Dawley baik digunakan dalam penelitian bidang toksikologi, reproduksi, farmakologi dan penelitian tingkah laku

Pada kedua jenis kelamin, pubertas biasanya pada umur 50-60 hari. Pada betina estrus pertama kali kadang terjadi pada umur 72 hari atau kisaran 34 – 109 hari sedangkan pada jantan turunnya testis berkisar antara usia 15 – 51 hari (Baker  1979).  Tikus merupakan hewan yang bersifat poliestrus dan berkembang biak sepanjang tahun. Lama hidup dari tikus dapat mencapai hingga 1000 hari pada tikus jantan dan 1300 hari pada tikus betina atau berkisar antara 2.5 sampai 3.5 tahun. Bobot badan maksimal yang dapat dicapai oleh tikus dewasa adalah hingga 800 gram pada tikus jantan dan 400 gram pada tikus betina (Weihe 1989).


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Distemper pada Anjing

Canine Distemper merupakan   salah satu penyakit penting pada anjing yang dapat menyebabkan kematian yang cukup tinggi . Tingkat kematian akibat Canine distemper pada anjing menempati urutan kedua setelah rabies (Deem et al . 2000).   Canine distemper disebabkan oleh adanya infeksi Canine distemper virus dari genus Morbillivirus dan famili Paramyxoviridae. Gejala klinik yang ditimbulkan sangat bervariasi. Gejala klinis yang timbul akibat infeksi virus distemper dapat beragam, tergantung organ yang diserang. Virus distemper umumnya dapat menyerang beberapa sistem organ seperti sistem pencernaan, sistem pernafasan, sistem saraf dan kulit.   Infeksi canine distemper virus menyebabkan adanya lesio khas pada kulit yaitu Footpad Hyperkeratosis yang biasa disebut dengan Hard Pad Disease   ( Koutinas et al. 2004).   Gambar 1. Anak Anjing (Dokumentasi Pribadi) Canine distemper pertama kali di isolasi oleh Carre pada tahun 1905. Penyakit ini tersebar diseluruh belahan dunia. Di ind

Kasus Displasia Abomasum pada Sapi

Displasia Abomasum (DA) merupakan suatu kondisi dimana terjadi perpindahan abomasum dari lokasi yang sebenarnya.  Umumnya kasus DA banyak terjadi pada sapi perah ( Friesian Holstein ) yang memiliki produksi susu yang tinggi. Kasus ini biasanya terjadi pada akhir masa kebuntingan berkisar 2 minggu sebelum kelahiran (2 minggu prepartus ) dan pada awal masa laktasi yaitu sekitar 8 minggu setelah kelahiran (8 minggu post partus). Selain sapi, kasus DA juga dapat terjadi pada jenis ruminansia lainya, walaupun kasus pada rumininasia lainnya jarang terjadi.

Abses pada sapi

Sapi perah Abses merupakan salah satu masalah yang cukup sering terjadi pada sapi perah. Kondisi abses banyak terjadi pada peternakan sapi perah yang memiliki tingkat sanitasi kandang yang rendah. Abses merupakan kumpulan nanah (netrofil yang mati) yang berada dalam kavitas jaringan tubuh yang biasanya pada daerah kulit dan menimbulkan luka yang cukup serius karena infeksi dari bakteri pembusuk . Abses itu sendiri merupakan reaksi ketahanan dari jaringan untuk menghindari menyebar nya benda asing di tubuh. Pada abses terdapat nanah yang terlokalisasi dan dikelilingi oleh jaringan yang meradang . Gejala khas abses adalah peradangan, merah, hangat, bengkak, sakit, bila abses membesar biasanya diikuti gejala demam, selain itu bila ditekan terasa adanya terowongan (Boden 2005).