Langsung ke konten utama

Malnutrisi pada anjing

Malnutrisi merupakan kondisi dimana hewan mengalami kekurangan nutrisi yang parah. Kondisi malnutris akan ditunjukkan oleh adanya kekurusan, alopecia, rambut yang rontok dan kulit yang kering. Malnutrisi dapat disebabkan oleh kurangnya asupan pakan, buruknya absorpsi (malabsorbsi), atau ketidak mampuan untuk mencerna makanan (maldigesti). Maldigesti merupakan gangguan patologis pada proses pencernaan (enzimatik), sedangkan malabsorbsi ialah gangguan pada proses penyerapan dan transportasi nutrisi. Kondisi maldigesti dapat disebabkan oleh adanya kerusakan pankreas (exocrine pancreatic insufiensy), sedangkan malabsorbsi dapat disebabkan oleh kerusakan mukosa, penurunan luas permukaan usus, infeksi parasit dalam usus (kecacingan) dan gangguan sirkulasi enterohepatik (Khan 2011).

Sumber : http://www.epi4dogs.com/beforeafter.htm
Pada kondisi maldigesti yang disebabkan exocrine pancreatic insufiensy hewan tidak mampu mencerna makanan dengan benar karena kurangnya enzim pencernaan yang dibuat oleh pankreas. Exocrine pancreatic insufiensy (EPI) banyak ditemukan pada hewan khususnya pada anjing. Pada kondisi EPI sel-sel asinar pancreas mengalami kerusakan sehingga menjadi tidak progresif untuk menghasilkan enzim pencernaan (Ettinger & Feldman 1995). Selain menunjukkan adanya tanda-tanda kekurangan nutrisi, pada kondisi EPI juga biasanya ditandai dengan kondisi feses yang berlemak. Identifikasi kondisi EPI dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu dengan melakukan pengujian serum trypsin-like immunoreactivity (TLI) atau dengan uji fecal elastase levels (melihat kadar chymotrypsin pada feses). Pada anjing uji yang umum digunakan untuk identifikasi kondisi EPI ialah dengan uji fecal elastase levels (Rallis & Adamama 2004).

Pada kondisi malabsorbsi, nutrisi pada pakan yang di cerna tidak akan terserap sempurna. Kondisi ini dapat di identifikasi dengan beberapa pengujian antara lain dengan hitung darah lengkap (CBC). Pada kondisi malabsorbsi akan terjadi kondisi anemia, hypoproteinemia, hypoalbuminemia, hypokalemia, hypocalcemia, hypomagnesemia, dan metabolic acidosis. Selain itu pada kondisi malabsorbsi juga akan terjadi penurunan kadar triglycerides, cholesterol, serta alpha dan beta carotene. Dapat juga dilakukan uji penyerapan lemak yaitu dengan melihat kadar lemak dalam feses. Pada kondisi malabsorbsi biasanya lemak tidak akan terserap (Al-Kaade 2013).

Akibat kurangnya nutrisi, hewan mengalami penurunan berat badan (kekurusan) yang parah, serta kekurangan berbagai macam nutrisi penting yang dibutuhkan oleh tubuh. Pada hewan yang mengalami malnutrisi biasa juga di tunjukkan adanya diare kronis. Bila terjadi kasus hypoproteneimia biasanya ditunjukkan adanya gejala dehidrasi, anemia, dan ascites atau edema. Selain itu, kondisi malnutrisi juga akan ditandai oleh adanya kondisi feses yang berlemak (Khan 2011).

Kondisi kekurusan atau kaheksia merupakan suatu kondisi yang menggambarkan keadaan penurunan bobot badan yang parah. Umumnya pada kondisi kekurusan bobot badan lebih rendah 15 sampai 40% dari bobot badan normal. Selain itu, kondisi kekurusan juga dikaitkan dengan persediaan cadangan lemak dalam tubuh. Cadangan lemak pada hewan yang kurus lebih sedikit dari hewan normal. Umumnya hewan yang menderita kekurusan yang berat tidak hanya mengalami kekurangan energi tapi biasanya diikut oleh stress, cedera atau penyakit yang mempercepat terjadinya penurunan bobot badan seperti hypermetabolism. Pada hewan yang mendertia kekurusan yang berat kerusakan protein otot terjadi lebih lambat dari perubahan protein tubuh lainnya. Apabila gejala klinis sudah menunjukkan hilangnya otot dalam jumlah yang besar maka dimungkinkan kondisi tersebut sudah berada pada kondisi yang berat dan kronis (Watson & Dunn 2000).

Selain menyebabkan kekurusan, kondisi malnutrisi juga dapat menyebabkan kondisi kerontokan dan kebotakan. Rambut merupakan bagian dari kulit yang memiliki bahan penyusun utama berupa serat kolagen yang terbentuk dari protein. Bila asupan nutrisi berkurang maka asupan protein tubuh juga berkurang. Hal ini, dapat menyebabkan pembentukan kulit dan rambut menjadi tidak sempurna sehingga memudahkan terjadinya kerontokan dan kebotakan. Secara normal, rambut mengalami kerontokan fisiologis, yaitu pada saat terjadinya proses pergantian rambut, namun apabila kerontokan yang terjadi dalam jumlah yang banyak hal ini akan terkait dengan kondisi patologis. Kerontokan rambut dalam jumlah besar dapat menyebabkan terjadinya kebotakan.

Malnutrisi juga menyebabkan kondisi kekebalan tubuh menurun sehingga memudahkan terjadinya infeksi dalam tubuh. Sel-sel kekebalan tubuh juga merupakan sel yang sebagian besar bahan pembentukanya ialah protein. Kondisi malabsorbsi yang menyebabkan rendahnya kadar protein dalam darah tentu akan mempengaruhi pembentukan sel-sel pertahanan tubuh. Rendahnya kadar protein menyebabkan sel-sel pertahanan tubuh tidak dapat terbentuk sehingga proses kekebalan tubuh tidak terjadi. Hal ini tentu sangat berbahaya karena semakin memudahkan terjadinya proses infeksi.

Pada terapi kasus ini hewan sebaiknya diberikan diet pakan yang mengandung karbohidrat, lemak dan protein tinggi dengan kadar serat yang rendah. Penggunaan pakan yang mengandung karbohidrat, lemak dan protein tinggi penting dilakukan mengingat kondisi kekurusan hewan yang sudah sangat parah. Selain itu, peningkatan jumlah pakan yang diberikan juga penting. Asupan nutrisi yang tercukupi akan mengembalikan kondisi hewan ke keadaan normal. Bila penyebab malnutrisi ialah kondisi EPI (Exorine Pancreatic insufisiensi) maka pengobatan dapat dilakukan dengan pemberian ekstrak pankreas kering atau dengan pemberian enzim amylase, protease dan lipase secara langsung (Aiello & Moses 2011).

Pemberian vitamin juga penting pada pengobatan malnutrisi. Salah satu vitamin yang penting ialah vitamin B-Kompleks. Penggunaan Vitamin B–Kompleks bertujuan meningkatkan sistem pertahanan tubuh, nafsu makan, dan sistem metabolisme. Vitamin B-Kompleks mengandung 8 jenis vitamin B. Vitamin B kompleks berfunsgi penting sebagai koenzim yang berperan dalam berbagai metabolisme energi di dalam tubuh, kofaktor dalam berbagai reaksi metabolisme asam amino dan berfungsi manjaga otak dan sistem saraf, serta dalam pembentukan darah. Pada kasus ini kondisi malnutrisi menyebabkan kadar vitamin dalam tubuh menurun sehingga diperlukan adanya vitamin tambahan dari luar. Dengan adanya tambahan vitamin B kompleks diharapkan nantinya fungsi metabolisme energi dapat kembali normal (Plumb 2005).



Daftar Pustaka

Aiello SE, Moses MA. 2011. Exocrine Pancreatic Insufficiency: The Merck Veterinary Manual. [Diunduh pada 21 Februari 2013]. Tersedia pada www.merckvetmanual.com/mvm/index.jsp?cfile=htm/bc/23404.htm

Al-Kaade S. 2013. Exocrine Pancreatic Insufficiency. [Diunduh pada 13 Februari 2013]. Tersedia pada http://emedicine.medscape.com/article/2121028-overview#showall

Ettinger SJ, Feldman EC. 1995. Textbook of Veterinary Internal Medicine (4th ed.). W.B. Saunders Company

Kahn CM. 2011. The Merck Veterinary Manual, Ninth Edition. USA: Merck & Co. Inc

Maurice PD, Allen BR, Barkley AS, Cockbill SR, Stammers J, Bather PC. 1987. The effects of dietary supplementation with fish oil in patients with psoriasis. British Journal of Dermatology 117(5):599-606.

Plumb DC. 2005. Veterinary Drug Handbook 5th Edition.USA: Blackwell Publishing

Rallis TS, Adamama MK. 2004. Exocrine Pancreatic Insufficiency in Dogs and Cats: An Update. Proceedings of the 29th World Congress of the World Small Animal Veterinary Association.

Tvedten H, Thomas JS. 2004. Small Animal Clinical Diagnosis By Laboratory Methods, Fourth Edition . Missouri: Elsivier

Watson PJ, Dunn JK. 2000. Weight Loss and Weight Gain. Editor: Dunn JK. Textbook of Small Animal Medicine. London: WB Saunders









Komentar

Postingan populer dari blog ini

Distemper pada Anjing

Canine Distemper merupakan   salah satu penyakit penting pada anjing yang dapat menyebabkan kematian yang cukup tinggi . Tingkat kematian akibat Canine distemper pada anjing menempati urutan kedua setelah rabies (Deem et al . 2000).   Canine distemper disebabkan oleh adanya infeksi Canine distemper virus dari genus Morbillivirus dan famili Paramyxoviridae. Gejala klinik yang ditimbulkan sangat bervariasi. Gejala klinis yang timbul akibat infeksi virus distemper dapat beragam, tergantung organ yang diserang. Virus distemper umumnya dapat menyerang beberapa sistem organ seperti sistem pencernaan, sistem pernafasan, sistem saraf dan kulit.   Infeksi canine distemper virus menyebabkan adanya lesio khas pada kulit yaitu Footpad Hyperkeratosis yang biasa disebut dengan Hard Pad Disease   ( Koutinas et al. 2004).   Gambar 1. Anak Anjing (Dokumentasi Pribadi) Canine distemper pertama kali di isolasi oleh Carre pada tahun 1905. Penyakit ini tersebar diseluruh belahan dunia. Di ind

Kasus Displasia Abomasum pada Sapi

Displasia Abomasum (DA) merupakan suatu kondisi dimana terjadi perpindahan abomasum dari lokasi yang sebenarnya.  Umumnya kasus DA banyak terjadi pada sapi perah ( Friesian Holstein ) yang memiliki produksi susu yang tinggi. Kasus ini biasanya terjadi pada akhir masa kebuntingan berkisar 2 minggu sebelum kelahiran (2 minggu prepartus ) dan pada awal masa laktasi yaitu sekitar 8 minggu setelah kelahiran (8 minggu post partus). Selain sapi, kasus DA juga dapat terjadi pada jenis ruminansia lainya, walaupun kasus pada rumininasia lainnya jarang terjadi.

Abses pada sapi

Sapi perah Abses merupakan salah satu masalah yang cukup sering terjadi pada sapi perah. Kondisi abses banyak terjadi pada peternakan sapi perah yang memiliki tingkat sanitasi kandang yang rendah. Abses merupakan kumpulan nanah (netrofil yang mati) yang berada dalam kavitas jaringan tubuh yang biasanya pada daerah kulit dan menimbulkan luka yang cukup serius karena infeksi dari bakteri pembusuk . Abses itu sendiri merupakan reaksi ketahanan dari jaringan untuk menghindari menyebar nya benda asing di tubuh. Pada abses terdapat nanah yang terlokalisasi dan dikelilingi oleh jaringan yang meradang . Gejala khas abses adalah peradangan, merah, hangat, bengkak, sakit, bila abses membesar biasanya diikuti gejala demam, selain itu bila ditekan terasa adanya terowongan (Boden 2005).