Saat lihat kucing yang ada disekitar kampus punya semacam
kelainan seperti berkaki tiga atau bermata satu pikiran rata-rata mahasiswa IPB
pasti langsung tertuju ke Mahasiswa FKH..
“Tuh kerjaan anak fkh.. tu pasti hasil praktek mereka. Kasian
banget kucingnya...” ya kurang lebih seperti itulah tanggapan dari mereka.
Seakan-akan Mahasiswa FKH itu algojo yang siap setiap saat untuk
menganiaya para hewan.
Bahkan yang lebih menyedihkan lagi kadang anggpan ini datang
dari anak FKH itu sendiri yang kurang mengerti.
Sebenarnya kenapa sih mahasiswa FKH yang notabenenya dekat
dengan hewan, tega untuk membuat hewan itu menjadi berkaki tiga atau bermata
satu.
Setiap tindakan mahasiswa FKH termasuk itu yang disebutkan
diatas tentu punya pertimbangan. Jadi tidak asal langsung mengambil tindakan
membuat hewan menjadi cacat.
Kucing berkaki tiga misalnya, tentu tidak serta merta
mahasiswa fkh langsung bisa memotong kaki kucing yang satunya. Tindakan amputasi
kaki kucing ini tentu sudah atas persetujuan dari dosen terkait. Biasnya tindakan
amputasi disetujui apabila kaki kucing yang bersangkutan benar-benar tidak bisa
lagi ditolong. Misalnya sudah membusuk atau rusak. Tentu kalo pembusukan ini
dibiarkan akan membahayakan bagi sang kucing. Jadi amputasi tujuanya untuk
menolong bukan hanya untuk kegiatan praktek belajar saja.
Tindakan yang diambil oleh mahasiswa FKH pastilah mempunyai
pertimbangan yang matang dan untuk kebaikan sang Hewan. Malahan bisa dibilang
sebuah kebaikan..
Pantang menyerah mahasiswa FKH akan bertualangan kesegala tempat untuk mencari
kucing liar yang sedang sakit hanya untuk di Obati. Jadi kucing yang jadi bahan
praktek tentu kucing yang butuh pertolongan. Bukan kucing sehat yang tiba-tiba
akan disakiti. Seperti itu...
Paradigma mahasiswa FKH sebagai penyiksa hewan karena
menjadikan nya sebagai bahan praktek tentulah harus dirubah.. . Sebagai seorang
Calon Dokter Hewan tentu mahasiswa FKH punya kewajiban untuk selalu menghargai
dan menyayangi hewan.
Komentar
Posting Komentar