Langsung ke konten utama

Penyakit Hewan, Zoonosis dan Perubahan Iklim

Perubahan iklim merupakan salah satu isu terhangat yang mendunia. Perubahan iklim sendiri didefinisikan sebagai perubahan variabel iklim, khususnya suhu udara dan curah hujan yang terjadi secara berangsur-angsur dalam jangka waktu yang panjang antara 50 sampai 100 tahun (inter centenial). Bentuk nyata dari terjadinya perubahan iklim  ialah adanya peningkatan suhu dipermukan bumi. Peningkatan suhu rata-rata diberbagi belahan bumi ini disebabkan oleh berbagai hal, baik oleh aktivitas manusia ataupun karena  kejadian alam. Walaupun demikian, penyebab utama dari adanya peningkatan suhu ini ialah akibat aktivitas manusia.

Perubahan iklim sangat berdampak besar bagi kehidupan umat manusia dimuka bumi ini. Para ilmuwan percaya bahwa pemanasan pada skala global dan regional diprediksi akan merubah ekosistem yang ada dibumi, seperti penyebaran spesies hewan, sejarah hidup spesies, komposisi komunitas, dan juga fungsi ekosistem. Perubahan iklim dan perubahan lingkungan adalah sebagian kecil dari perubahan ekosistem yang lebih besar yang mampu mempengaruhi munculnya penyakit hewan baru dan yang muncul kembali. Berbagai penyakit hewan yang dapat timbul akibat adanya perubahan iklim dapat bersifat zoonosis ataupun tidak.

Perubahan iklim mempengaruhi kesehatan hewan melalui empat cara yaitu penyakit-penyakit dan stress yang berkaitan dengan cuaca panas, kejadian-kejadian cuaca ekstrem, adaptasi system produksi ternak terhadap lingkungan baru, dan penyakit hewan yang baru muncul dan yang muncul kembali (Emerging and Re-Emerging Disease). Penyakit-penyakit yang diyakini berkaitan langsung maupun tidak langsung dengan perubahan iklim ialah Blue Tongue, Rift Valley Fever, West Nile, Avian influenza atau juga penyakit-penyakit yang disebarkan oleh vector. 

Hal yang perlu diwaspadai dari munculnya penyakit-penyakit baru akibat adanya perubahan iklim ini ialah penyakit bersifat zoonosa. Seperti kita ketahui bersama, zoonosis merupakan penyakit yang dapat menular dari hewan kemanusia. Dalam dua dekade terakhir, 75% dari penyakit-penyakit baru (emerging diseases) pada manusia terjadi akibat perpindahan patogen hewan ke manusia atau bersifat zoonotik. Hal ini juga menunjukka bahwa seiring terjadinya perubahan iklim akibat peningkatan suhu, terjadi juga peningkatan jumlah penyakit-penyakit zoonosa. Hal yang cukup berbahaya tentunya, apalagi beberapa penyakit yang bersifat zoonosa tersebut bersifat fatal yang dapat menyebabkan kematian. 

Kasus flu burung (Avian Influenza) semula hanya menyerang unggas namun kini dapat menginfeksi manusia. Selain itu, akibat adanya peruabahn iklim maka sirkulasi virus  AI dalam unggas air akan terus beradaptasi dan berevolusi. Aktivitas adaptasi dan berevolusi ini menyebabkan virus AI dapat menjadi semakin berbahaya. 

Perubahan iklim yang menyebabkan terjadinya perubahan ekosistem alami, juga merupakan salah satu penyebab munculnya penyakit pada hewan khususnya yang bersifat zoonosis. Dengan perubahan ekosistem sangat memungkinkan terjadinya perubahan habitat dari hewan. Perubahan habitat menyebabkan hewan mulai akan mencari atau membentuk habitat baru yang sesuai dengan habitat lamanya sebelum mengalami kerusakan. Pencarian ini sangat memungkinkan habitat hewan dan manusia menjadi semakin dekat sehingga interaksi keduanya pun semakin sering terjadi. Interaksi manusia dan hewan liar inilah yang berpotensi menyebabkan terjadinya penyebaran penyakit yang bersifat zoonosa. 

Perubahan iklim menyebabkan berubahnya ekosistem yang ada. Perubahan ekosistem menyebabkan perkembangan beberapa jenis hewan menjadi lebih baik, karena daerah persebaranya menjadi lebih luas. Hal ini akan berdampak negatif bila hewan yang berkembang merupakan vector penyakit. Penyebaran penyakit demam berdarah yang disebabkan oleh Aedes agipty semakin meluas akibat terjadinya perubaha iklim. Walaupun nyamuk Aedes merupakan hewan yang biasa hidup didaerah tropis namun akibat adanya peubahan iklim berupa peningkatan suhu bumi daerah-daerah yang semulanya dingin berubah menjadi lebih panas. Peningkatan suhu pada daerah-daerah ini menyebabkan nyamuk aedes dapat bekembang dengan baik. 

Kompleksitas dari saling keterkaitan antara berbagai factor ekosistem yang mempengaruhi penyakit-penyakit hewan yang baru muncul dan yang muncul kembali memberikan gambaran bhwa kedepan ketidakpastian akan terus berlanjut. Perubahan iklim hanyalah salah satu diantara berbagai factor dari perubahan ekosistem  yang memunculkan penyakit-penyakit hewan tersebut. Demikian besarnya pengaruh perubahan iklim terhadap ekosistem. Pemanasan global harus dicegah dan diantisipasi agar kedepanya bumi yang sejuk masih dapat dirasakan oleh penerus kita.

Sumber.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Stud tail ( Feline Tail Gland Hyperplasia)

Pernah punya kucing yang ekornya selalu kotor berwarna hitam , kadang berkerak, bahkan sampai bisa menyebabkan kebotakan? Klo teman-teman punya kasus serupa ini biasa disebut Stud tail   atau istilah kerenya Feline Tail Gland Hyperplasia. Pengertian Kasus Stud Tail merupakan suatu kondisi ketika ekor kucing jantan memiliki kelenjar Apokrin ( keringat )   dan kelenjar Sebaceus ( minyak) yang aktif pada bagian atas ekor. Kelenjar ini menghasilkan hipersekresi lilin yang membuat lesi kucing menjadi berkerak dan membuat kerontokan pada rambut (bulu). Jika kondisi ini sudah parah, maka bisa membuat ekor kucing menjadi rentan terhadap infeksi bakteri dan menyebabkan bau tak sedap. Kasus ini umumnya terjadi pada kucing jantan walaupun demikian tidak menutup kemungkinan juga terjadi pada kucing betina. Selain di bagian ekor kondisi ini juga bisa terjadi dibagian bawah dagu kucing. Penyebab Pada kasus ini ternjadi hiperplasia pada kelenjar sebaceus dan apokrin sehingga terjadi...

Kasus Displasia Abomasum pada Sapi

Displasia Abomasum (DA) merupakan suatu kondisi dimana terjadi perpindahan abomasum dari lokasi yang sebenarnya.  Umumnya kasus DA banyak terjadi pada sapi perah ( Friesian Holstein ) yang memiliki produksi susu yang tinggi. Kasus ini biasanya terjadi pada akhir masa kebuntingan berkisar 2 minggu sebelum kelahiran (2 minggu prepartus ) dan pada awal masa laktasi yaitu sekitar 8 minggu setelah kelahiran (8 minggu post partus). Selain sapi, kasus DA juga dapat terjadi pada jenis ruminansia lainya, walaupun kasus pada rumininasia lainnya jarang terjadi.

Jenis-Jenis Domba Di Dunia

Kelompok hewan ruminansia merupakan kelompok yang tergolong cukup banyak di domestikasi atau dimanfaatkan oleh manusia. Hewan ini dapat dijadikan sebagai sumber protein hewani yaitu diambil daging dan susunya, sebagai bahan pembuat pakaian (wol) atau sebagai pekerja. Ada beberapa jenis hewan yang termasuk dalam kelompok hewan ruminansia antara lain: Sapi, Kerbau, Kambing, dan Domba.